Banyak
pertanyaan seputar alkohol yang masuk ke meja redaksi, kaitannya dengan
obat, kosmetika, atau pun lainnya. Berikut ini penjelasan Al-Ustadz Abu
Abdillah Muhammad Al-Makassari
Alhamdulillah,
para ulama besar abad ini telah berbicara tentang permasalahan
alkohol1, maka di sini kita nukilkan fatwa-fatwa mereka sebagai jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Terdapat
perbedaan ijtihad di antara mereka dalam memandang permasalahan ini.
Asy-Syaikh Ibnu Baz berpendapat bahwa sesuatu yang telah bercampur
dengan alkohol tidak boleh dimanfaatkan, meskipun kadar alkoholnya
rendah, dalam arti tidak mengubahnya menjadi sesuatu yang memabukkan.
Karena hal ini tetap masuk dalam hadits
مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram.”2
Ketika
beliau ditanya tentang obat-obatan yang sebagiannya mengandung bahan
pembius dan sebagian lainnya mengandung alkohol, dengan perbandingan
kadar campuran yang beraneka ragam, maka beliau menjawab: “Obat-obatan
yang memberi rasa lega dan mengurangi rasa sakit penderita, tidak
mengapa digunakan sebelum dan sesudah operasi. Kecuali jika diketahui
bahwa obat-obatan tersebut dari “Sesuatu yang banyaknya memabukkan” maka tidak boleh digunakan berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam:
مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram.”
Adapun
jika obat-obatan itu tidak memabukkan dan banyaknya pun tidak
memabukkan, hanya saja berefek membius (menghilangkan rasa) untuk
mengurangi beban rasa sakit penderita maka yang seperti ini tidak
mengapa.”(Majmu’ Fatawa, 6/18)
Juga ketika beliau ditanya tentang parfum yang disebut
الْكُلُوْنِيَا
(cologne), beliau berkata: “Parfum family:traditional arabic’>
الْكُلُوْنِيَا
(cologne)
yang mengandung alkohol tidak boleh (haram) untuk digunakan. Karena
telah tetap (jelas) di sisi kami berdasarkan keterangan para dokter yang
ahli di bidang ini bahwa parfum jenis tersebut memabukkan karena
mengandung “spiritus” yang dikenal. Oleh sebab itu, haram bagi kaum
lelaki dan wanita untuk menggunakan parfum jenis tersebut…
Kalau
ada parfum jenis cologne yang tidak memabukkan maka tidak haram
menggunakannya. Karena hukum itu berputar sesuai dengan ‘illah-nya3, ada
atau tidaknya ‘illah tersebut (kalau ‘illah itu ada pada suatu perkara
maka perkara itu memiliki hukum tersebut, kalau tidak ada maka hukum itu
tidak berlaku padanya).” (Majmu’ Fatawa , 6/396 dan 10/38-39)
Dan
yang lebih jelas lagi adalah jawaban beliau pada Majmu’ Fatawa (5/382,
dan 10/41) beliau berkata: ”Pada asalnya segala jenis parfum dan minyak
wangi yang beredar di khalayak manusia hukumnya halal. Kecuali yang
diketahui mengandung sesuatu yang merupakan penghalang untuk
menggunakannya, karena ‘sesuatu’ itu memabukkan atau banyaknya
memabukkan atau karena ‘sesuatu’ itu adalah najis, dan yang semacamnya…
Jadi,
jika seseorang mengetahui ada parfum yang mengandung ‘sesuatu’ berupa
bahan memabukkan atau benda najis yang menjadi penghalang untuk
menggunakannya, maka diapun meninggalkannya (tidak menggunakanya)
seperti cologne. Karena telah tetap (jelas) di sisi kami berdasarkan
persaksian para dokter (yang ahli di bidang ini) bahwa parfum ini tidak
terbebas dari bahan memabukkan karena mengandung ‘spiritus’ berkadar
tinggi, yang merupakan bahan memabukkan, sehingga wajib untuk
ditinggalkan (tidak digunakan). Kecuali jika ditemukan ada parfum jenis
ini yang terbebas dari bahan memabukkan (maka tentunya tidak mengapa
untuk digunakan). Dan jenis-jenis parfum yang lain sebagai gantinya,
sekian banyak yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wata’ala,
walhamdulillah.
Demikian
pula halnya, segala macam minuman dan makanan yang mengandung bahan
memabukkan, wajib untuk ditinggalkan. Kaidahnya adalah: “Sesuatu yang
banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram”, sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram.”
Dan hanya Allah subhanahu wata’ala lah yang memberi taufik.”
Demikian
pula yang terpahami dari fatwa guru kami Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi
Al-Wadi’i rahimullah (dalam Ijabatus Sa`il hal. 697) bahwa pendapat
beliau sama dengan pendapat gurunya yaitu Asy-Syaikh Ibnu Baz ketika
ditanya tentang cologne. Beliau menjawab (tanpa rincian) bahwa tidak
boleh menggunakannya dan tidak boleh memperjualbelikannya, berdasarkan
hadits Anas bin Malik :
لَعَنَ
رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمْرِ عَشَرَةً:
عَاصِرُهَا وَمُعْتَصِرُهَا وَشَارِبُهَا وَحَامِلُهَا وَالْمَحْمُولَةُ
إِلَيْهِ وَسَاقِيْهَا وَبَائِعُهَا وَآكِلُ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِي
لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُ لَهُ
“Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalamn melaknat 10 jenis orang karena khamr: yang
memprosesnya (membuatnya), yang minta dibuatkan, yang meminumnya, yang
membawanya, yang dibawakan untuknya, yang menghidangkannya, yang
menjualnya, yang makan (menikmati) harga penjualannya, yang membelinya
dan yang dibelikan untuknya.”4
Sementara
itu, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimullah dan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimullah berpendapat bahwa pada permasalahan ini ada rincian,
sebagaimana yang akan kita simak dengan jelas dari fatwa keduanya.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/178) cetakan Darul Atsar, berkata: “Bagaimana
menurut kalian tentang sebagian obat-obatan yang ada pada masa ini yang
mengandung alkohol, terkadang digunakan pada kondisi darurat?
Kami
nyatakan: Menurut kami, obat-obatan ini tidak memabukkan seperti mabuk
yang diakibatkan oleh khamr, melainkan hanya berefek mengurangi
kesadaran penderita dan mengurangi rasa sakitnya. Jadi ini mirip dengan
obat bius yang berefek menghilangkan rasa sakit (sehingga penderita
tidak merasakan sakit sama sekali) tanpa disertai rasa nikmat dan
terbuai.
Telah
diketahui bahwa hukum yang bergantung pada suatu ‘illah5, jika ‘illah
tersebut tidak ada maka hukumnya pun tidak ada. Nah, selama ‘illah suatu
perkara dihukumi khamr adalah “memabukkan”, sedangkan obat-obatan ini
tidak memabukkan, berarti tidak termasuk kategori khamr yang haram.
Wallahu a’lam. Wajib bagi kita untuk mengetahui perbedaan antara
pernyataan: “Sesuatu yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun
haram” dengan pernyataan: “Sesuatu yang memabukkan dan dicampur
dengan bahan yang lain maka haram.” Karena pernyataan yang pertama
artinya minuman itu sendiri (adalah merupakan khamr), apabila anda minum
banyak tentu anda mabuk, dan apabila anda minum sedikit maka anda tidak
mabuk, namun Rasulullah Shalallahu ‘alaihi mengatakan “Sedikitnyapun
haram.” (Kenapa demikian padahal yang sedikit tersebut tidak
memabukkan?) Karena itu merupakan dzari’ah (artinya bahwa yang sedikit
itu merupakan wasilah/ perantara yang akan menyeret pelakunya sampai
akhirnya dia minum banyak, sehingga diharamkan). Adapun mencampur dengan
bahan lain dengan perbandingan kadar alkoholnya sedikit sehingga tidak
menjadikan bahan tersebut memabukkan maka yang seperti ini tidak
mengubah bahan tersebut menjadi khamr (yang haram). Jadi ibaratnya
seperti benda najis yang jatuh ke dalam air (tapi kadar najisnya
sedikit) dan tidak menajisi (merusak kesucian) air tersebut (karena
warna, bau, ataupun rasanya tidak berubah) maka air tersebut tidak
menjadi najis karenanya (tetap suci dan mensucikan).”
Asy-Syaikh
Al-Albani ketika ditanya tentang berbagai parfum atau minyak wangi yang
mengandung alkohol, maka beliau menjawab: “Apabila kadar alkohol yang
terkandung di dalamnya menjadikan parfum-parfum yang harum itu sebagai
cairan yang memabukkan, dalam arti kalau diminum oleh seorang pecandu
khamr dan ternyata memberi pengaruh seperti pengaruh khamr (yaitu
mengakibatkan dia mabuk, maka parfum-parfum tersebut hukumnya tidak
boleh (haram untuk digunakan). Adapun jika kadar alkoholnya sedikit
(dalam arti tidak mengubah parfum-parfum tersebut menjadi memabukkan)
maka hukumnya boleh. (Kaset Silsilatul Huda wan Nur)
Kemudian
kita akhiri pembahasan ini dengan fatwa Asy-Syaikh Al-Albani rahimullah
yang sangat rinci. Beliau v berkata: “Untuk memahami makna hadits:
مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram.”
Mari
kita mendatangkan contoh: Kalau ada 1 liter air yang mengandung 50 gram
bahan memabukkan yang kita namakan alkohol, maka cairan ini –yang
tersusun dari air dan alkohol– berubah menjadi memabukkan. Namun jika
seseorang minum sedikit maka dia tidak akan mabuk. Lain halnya jika dia
minum dengan kadar yang lazim diminum oleh seseorang maka dia akan
mabuk, dengan demikian menjadilah yang sedikit tadi haram. Sebaliknya,
kalau ada 1 liter air mengandung 5 gram alkohol (misalnya). Jika
seseorang minum 1 liter air tersebut sampai habis dia tidak mabuk, maka
yang seperti ini halal untuk diminum.
Selanjutnya,
apakah boleh bagi seorang muslim mengambil 1 liter air kemudian
menumpahkan 5 gram alkohol ke dalamnya dengan alasan bahwa 5 gram
alkohol tersebut tidak mengubah 1 liter air yang ada menjadi memabukkan?
Jawabannya:
Tidak
boleh. Kenapa tidak boleh? Karena tidak boleh bagimu untuk memiliki
bahan yang memabukkan yang merupakan inti dari khamr, yaitu alkohol.
Jadi kegiatan mencampur alkohol dengan bahan lain tidak boleh dalam
syariat Islam…
Telah
kami nyatakan bahwa obat-obatan yang ada di apotek-apotek pada masa ini
–bahkan boleh jadi kebanyakannya– mengandung alkohol, atau tertera
padanya tulisan perbandingan kadar alkoholnya: 5 gram, 10 gram… Apakah
kita mengatakan bahwa obat-obatan ini jika diminum seorang sehat ataupun
sakit dengan kadar yang banyak dan ternyata dia mabuk, berarti tidak
boleh digunakan karena memabukkan, meskipun dia hanya menelan 1 sendok
saja? Inilah yang dimaksudkan dengan hadits “Sesuatu yang banyaknya
memabukkan maka sedikitnya pun haram.” Adapun jika perbandingan
alkoholnya sedikit –dalam arti berapapun yang dia minum tidak
menjadikannya mabuk– maka boleh menggunakannya, meskipun dia minum
banyak.
Namun
perkara lain (yang penting untuk diingat) sama dengan apa yang telah
saya sebutkan sebelumnya, bahwa obat-obatan yang mengandung alkohol
dengan perbandingan yang tidak melanggar syariat sesuai dengan rincian
yang disebutkan, tidak boleh bagi seorang apoteker muslim untuk meracik
obat yang seperti itu. Karena tidak boleh ada alkohol di rumah seorang
muslim ataupun di tempat kerjanya. Haram baginya untuk membelinya atau
membuatnya sendiri. Dan ini perkara yang jelas karena Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi bersabda:
لَعَنَ اللهُ فِي الْخَمْرِ عَشَرَةً…
“Allah melaknat 10 jenis orang karena khamr…”7
Seorang
apoteker yang hendak meracik obat dan mencampurnya dengan alkohol yang
memabukkan itu, baik dengan cara membuat alkohol sendiri (dengan proses
pembuatan tertentu) atau membeli alkohol yang sudah jadi, termasuk dalam
salah satu dari 10 jenis orang yang dilaknat dalam hadits tersebut.
Lain
halnya apabila seseorang membeli obat yang sudah jadi, dengan kadar
alkohol yang rendah yang tidak menjadikan banyaknya obat tersebut
memabukkan, maka ini boleh.” (Kaset Silsilatul Huda wan Nur)
Dan kami memandang bahwa pendapat Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsamin dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimullah, lebih dekat kepada kebenaran.
Wallahu a’lam.
1
Perlu diketahui bahwa alkohol (alkanol) ada beberapa golongan. Di
antaranya etanol (inilah yang dijadikan sebagai zat pelarut, bahan
bakar, atau zat asal untuk preparat-preparat farmasi, dan sebagian besar
digunakan untuk minuman keras), spiritus, dsb., sebagaimana diterangkan
dalam buku-buku kimia dan farmasi.
2
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dari
Jabir bin Abdillah . Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i dalam
Ash-Shahihul Musnad (1/160-161). Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani,
dan beliau menshahihkannya dengan syawahidnya dari beberapa shahabat
yang lain (Al-Irwa‘, 8/42-43).
3 ‘Illah suatu hukum adalah sebab penentu suatu perkara memiliki hukum tersebut.
4
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1318) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Muqbil dalam kitabnya Ash-Shahihul Musnad (1/57) dan Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi. Hadits yang semakna dengan hadits
ini juga diriwayatkan dengan lafadz
لَعَنَ اللهُ …
(Allah
melaknat…) dari Ibnu ‘Umar , oleh Ath-Thahawi, Al-Hakim, dan yang
lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dengan keseluruhan jalan-jalannya
dalam Al-Irwa` (5/365-367).
5 Lihat catatan kaki no. 3
6 Lihat haditsnya secara lengkap pada fatwa Asy-Syaikh Muqbil di halaman sebelumnya.
Sumber: http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari Judul: Alkohol dalam Obat dan Parfum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar